This is a free and fully standards compliant Blogger template created by Templates Block. You can use it for your personal and commercial projects without any restrictions. The only stipulation to the use of this free template is that the links appearing in the footer remain intact. Beyond that, simply enjoy and have fun with it!

Rabu, 12 November 2008

Terapi sulih hormone pada ca ovarium

  1. PENDAHULUAN

Karsinoma ovarium merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi para ahli ginekologi onkologi baik di negara berkembang ataupun negara maju 1,2,3,4,5

Karsinoma ovarium merupakan 23 % dari keseluruhan kanker ginekologis1,2,3,4,5 Dan merupakan 5 % penyebab seluruh kematian karena kanker di negara-negara maju. Insiden bervariasi dengan usia antara 1% - 14% dengan angka kejadian tertinggi pada dekade 6-7, sebagian besar kasus sudah mencapai stadium III dan IV pada saat didiagnosa pertama kali. Karsinoma ovarium epitelial merupakan 85% dari keseluruhan karsinoma ovarium Walaupun pada dekade terakhir adanya kemoterapi berbasis cisplatin menghasilkan peningkatan angka ketahanan hidup pada penderita, persentase rekurensi penyakit masih tinggi pada penderita.1,2,5

Pembedahan histerektomi totalis, salpingoooforektomi bilateral dan debulking massa tumor adalah pengobatan pilihan pada karsinoma ovarium. Akan tetapi efek setelah pembedahan berupa gejala menopause akan menghasilkan keluhan yang tidak menyenangkan, dan secara jangka panjang akan meningkatkan risiko osteoporosis dan penyakit kardiovaskuler. Dan juga hampir 25 % wanita yang menderita karsinoma ovarium berusia dibawah 50 tahun, sehingga peranan terapi sulih hormon (TSH) pada penderita karsinoma ovarium terutama setelah terapi pembedahan menjadi suatu hal yang menarik untuk dibahas.3,5

Terapi sulih hormon telah secara luas diajukan untuk menanggulangi gejala-gejala menopause, dimana secara simultan akan mengurangi risiko penyakit jantung, osteoporosis, dan penyakit Alzhemimer. 6

Akan tetapi penggunaan terapi sulih hormon juga masih dipertanyakan terutama efek sampingnya berupa risiko kanker payudara pada pengunaan yang lama, risiko kanker endometrium dan lainnya.6

Sementara pada karsinoma ovarium yang telah dilakukan pembedahan ditakutkan adanya kemungkinan rekurensi penyakit yang tinggi.1,3,5,7

Selain itu penggunaan terapi hormon pada karsinoma ovarium juga masih manjadi bahasan dan perdebatan. Adanya identifikasi faktor biologi yang dihubungkan dengan progesifitas dari pertumbuhan tumor, melalui berbagai parameter biologi, sehingga faktor-faktor prognostik karsinoma ovarium telah mendapat suatu alternatif dengan menfokuskan pada faktor endokrin terutama hormon steroid dan reseptornya.8


 

  1. TERAPI SULIH HORMON

    A. Definisi

    Definisi terapi sulih hormon adalah pemberian obat hormon estrogen saja (dapat diberikan bersama dengan progesteron) atau yang mempunyai khasiat yang sama seperti estrogen atau progesteron untuk wanita pre-menopause, menopause, sebagai pengganti hormon estrogen yang mulai atau telah menghilang sebagai akibat menurunnya fungsi dari ovarium.9

    Estrogen Replacement Therapi (ERT) mulai didokumentasikan dengan baik pada tahun 1950, dimana estrogen diketahui dapat menghilangkan gejala vasomotor menopause serta mempunyai dampak yang baik terhadap densitas tulang. Pada tahun 1970 banyak dijumpai dampak serius yang bermakna meningkatnya kejadian kanker endometrium pada wanita menopause yang mendapat pengobatan estrogen (unopposed estrogen). Kejadian saat itu, oleh karena merasa takut menyebabkan banyak sekali wanita menopause yang mendapat ERT menghentikan pengobatan.9,10

    Pada tahun 1980 dikemukakan dengan jelas bahwa penambahan progesteron pada pemberian ERT dapat mencegah efek negatif terhadap uterus. Dengan dosis progesteron yang cukup, ternyata dapat menghilangkan dampak negatif dari estrogen. Keadaan ini meningkatkan pengetahuan yang lebih baik tentang pemberian terapi sulih hormon, serta mempunyai dampak yang menguntungkan terhadap pencegahan penyakit jantung, osteoporosis, Alzheimer`s serta kanker colorectal. Sejak saat ini pengetahuan tentang terapi sulih hormon berkembang dengan pesat6,9,10.

    Terapi sulih hormon pada dasarnya adalah mengganti hormon estrogen endogen dalam tubuh yang mulai menurun atau menghilang dengan pemberian hormon estrogen eksogen. Dengan berkembangnya ilmu, jenis estrogen menjadi bervariasi serta cara pemberiannyapun berbeda-beda, akan tetapi dasarnya adalah sama. Adapun standar atau sifat ideal terapi sulih hormon adalah :

  • Mempunyai efek spesifik terhadap jaringan yang dituju.
  • Menghilangkan gejala vasomotor.
  • Dapat memperbaiki sirkulasi dan kondisi ephitel vagina serta mempunyai sifat proteksi dan mengatasi masalah atropi urogenital.
  • Dapat mencegah terjadinya osteoporosis.
  • Tidak menstimulasi dan menyebabkan hiperplasi endometrium, payudara maupun ovarium sehingga mengurangi resiko terjadinya kanker di tempat-tempat tersebut.
  • Tidak mempengaruhi metabolisme tubuh dan tidak mengganggu fungsi hati.
  • Mempunyai sifat kardioprotektif.
  • Kalau mungkin dapat memperbaiki fungsi kejiwaan penderita dan dapat mempertahankan sexual drive.


 

B. Tata cara pemberian terapi sulih hormon

Ada beberapa cara pemberian TSH,tergantung kebutuhan dan keadaan pasien. Pemberian dengan estrogen murni (Unopposed Oestrogen Therapy – ERT) disarankan hanya untuk wanita yang telah dilakukan histerektomi. Pemberian estrogen murni pada wanita yang masih mempunyai uterus ditakutkan dapat menimbulkan kanker endometrium. Estrogen murni harus diberikan secara teratur tanpa berhenti dengan dosis yang tepat.

Cara pemberian TSH berikutnya adalah dengan kombinasi antara estrogen dan progesteron (oestrogen Combined with Progesteron –CHRT), yang dibagi menjadi cara sekuensial (Sequentially Combined HRT – SCHRT) dan cara kontinu (Continuosly Combined HRT – CCHRT).

Cara sekuensial (SCHRT) adalah memberikan estrogen secara terus menerus dengan ditambah progesteron selama 10-14 hari setiap bulan, ada yang memberikan progesteron setiap tiga bulan selama 12-14 hari SCHRT menyebabkan perdarahan lucut (withdrawl bleeding), yang menjadi salah satu penyebab utama rendahnya angka kepatuhan para pengguna TSH.

Pemberian kontinu (CCHRT) estrogen dan progesteron diberikan terus menerus bersama sama, tujuan utama dari cara ini agar supaya terjadi amenore, akan tetapi kadang-kadang dapat terjadi perdarahan bercak (breakthrough bleeding), hal ini harus diinformasikan sebagai konseling sebelum memulai TSH.6,9,10


 

C. Indikasi pemberian terapi sulih hormon

Pemberian estrogen sebagai hormon pengganti pada wanita menopause mempunyai keuntungan menghilangkan gejala vasomotor, menurunkan angka kejadian penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, Alzheimer serta kanker colorectal.akan tetapi disisi lain, walaupun masih kontroversi, estrogen diduga dapat meningkatkan angka kejadian kanker payudara ataupun endometrium. Sehingga dapat dimengerti bahwa pemakaian terapi sulih hormon ini belum secara luas dipergunakan oleh wanita menopause.6

Pada dasarnya pemberian TSH sendiri bertujuan untuk :

  • Pengobatan, pengobatan ini terutama ditujukan kepada wanita menopause yang menderita gangguan vasomotor.
  • Pencegahan, pencegahan terutama ditujukan untuk penyakit kardiovaskuler dan osteoporosis.Selain itu diduga pula mencegah kanker kolorectal dan Alzheimer.


 

  1. Pengobatan gejala pada vasomotor dan system saraf pusat lainnya

    Gejala vasomotor sering dideskripsikan sebagai "hot flashes" atau "hot flushes" dan dihubungkan dengan gangguan tidur yang umumnya terjadi selama masa transisi perimenopause dan akan mencerminkan gejala umum pada wanita selama masa postmenopause mereka. Terapi sulih hormon telah terbukti merupakan pengobatan yang sangat efektif pada gejala vasomotor ini.

    Gangguan emosi, depresi, juga umumnya terjadi wanita menopause. Pemberian terapi sulih hormon juga efektif dalam menangani depresi pada wanita menopause. Beberapa penelitian lainnya juga memberi harapan pada wanita menopause, pemberian terapi sulih hormon akan mengurangi progesivitas demensia pada wanita yang lebih tua.

  2. Pengobatan osteoporosis

    Puncak densitas mineral tulang pada wanita berada pada usia 20-an atau awal 30-an. Pada saat permulaan menopause densitas mineral tulang akan berkurang rata-rata 3 % pada 5 tahun pertama dan secara bertahap 1% sesudahnya. Fraktur yang paling sering terjadi adalah fraktur sendi, fraktur vetebrae, fraktur lengan bawah, dan proksimal humerus. Fraktur ini umumnya terjadi pada 15-25 tahun setelah menopause.

    Berkurangnya hormon estrogen pada wanita menopause dihubungkan dengan peningkatan resorpsi tulang, osteopenia atau abnormalitas densitas tulang didiagnosa ketika densitas mineral tulang menurun dibawah rata-rata (T<-1,0). Sementara osteoporosis didiagnosa jika densitas mineral tulang menurun sampai 2,5 (T<-2,5) Absorpsimetri sinar x ganda (DEXA) merupakan standar dalam pemeriksaan densitas mineral tulang ini.6

    Terapi sulih hormon telah dibuktikan efektif dalam mempertahankan hilangnya densitas mineral tulang ini dengan menghambat resorpsi tulang. Dosis yang efektif dalam mempertahankan hilangnya densitas mineral tulang adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg, estradiol 0,5 mg, estradiol transdermal 0,5 mg, dan ester estrogen 0,3 mg.

  3. Pengobatan gejala urogenitalia

    Jaringan uretra dan vagina bersifat estrogen responsif tinggi. Penurunan produksi estrogen pada wanita menopause akan menghasikan pengurangan dalam aktivitas mitosis pada permukaan mukosa, mengurangi vaskularitas jaringan, dan penipisan mukosa. Mukosa uretra dan vagina akan menjadi pucat, kering dan berkurang dari struktur normalnya. Penurunan kadar estrogen ini akan mengakibatkan perubahan pada mukosa vagina, yang akan menyebabkan penderita merasa kering, sakit dalam berhubungan seksual, dan pada sebagian wanita akan terjadi atropik vaginitis. Sementara atrofi dari mukosa uretra dihubungkan dengan insiden urethritis, dan juga mungkin inkontenensia urin.

    Penggunaan terapi sulih hormon baik secara lokal ataupun sistemik dapat mengembalikan semua perubahan ini.

  4. Pengobatan penyakit kardiovaskuler

    Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab utama kematian wanita. Kejadian penyakit jantung koroner meningkat secara drastis setelah terjadinya menopause. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan angka kejadian penyakit jantung koroner pada wanita yang mendapatkan terapi sulih hormon, hal ini disebabkan dari mekanisme kardio protektif dalam penurunan kadar LDL dan peningkatan HDL yang terjadi pada pengguna terapi sulih hormon. Akan tetapi terjadinya penyakit jantung koroner tidak secara otomatis menjadikan terapi sulih hormon sebagai indikasi.6


     

  1. Risiko pengunaan terapi sulih hormon.6
    1. Kanker payudara

    Salah satu kesulitan dalam pemberian terapi sulih hormon adalah kekuatiran adanya efek samping berupa peningkatan kejadian kanker payudara pada wanita yang menggunakan terapi sulih hormon terutama yang mempunyai riwayat kanker payudara. Hal ini didasarkan karena estradiol merupakan salah satu faktor penting yang bertanggungjawab terhadap tumbuh dan evolusi sel maligna dari kanker payudara. Dari beberapa penelitian estrogen pada jaringan payudara wanita paska menopause dengan kanker payudara, menunjukan kadar estron sulfat 15-20 kali lebih tinggi dibanding kadarnya dalam plasma. Estron yang aktif inilah yang dapat menstimulasi sel kanker payudara.

    Walaupun beberapa penelitian telah menyimpulkan adanya hubungan antara pemberian terapi sulih hormon dengan peningkatan risiko kanker payudara pada wanita postmenopause, dari 50 meta analisa penelitian menunjukan tidak ada hubungan yang konsisten antara penggunaan terapi sulih hormon dan kanker payudara yang dapat dikonfirmasikan. Hal ini dapat menunjukan tidak ada risiko atau risiko itu sangat kecil. Walaupun demikian pada semua wanita usia menopause yang akan menggunakan terapi sulih hormon disarankan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri dan mammografi sebelumnya.

    1. Neoplasia endometrium

    Penggunaan jangka panjang ERT meningkatkan risiko hiperplasia endometrium dan adenocarcinoma. Saat ini masalah itu telah dapat dipecahkan, jika seorang wanita yang masih mempunyai uterus, menerima estrogen sebagai terapi sulih hormon maka akan dikombinasikan dengan progesteron. Pada wanita yang mendapatkan estrogen konyugasi 0,625 mg per hari atau ekuivalennya, maka dilanjutkan terapinya dengan 2,5-5 mg medoxyprogesteron asetat per hari atau 5-10 mg medoxyprogesteron asetat selama 14 hari setiap bulannya , hal ini akan mencegah perkembangan hiperplasia endometrium.

    1. Penyakit Tromboembolik

    Pengunaan terapi sulih hormon diperkirakan akan meningkatkan secara bermakna penyakit tromboembolik dalam jumlah yang kecil

    1. Hipertensi dan peningkatan berat badan

    Penggunaan terapi sulih hormon pada beberapa percobaan tidak menemukan adanya signifikansi antara penggunaan terapi sulih hormon dengan terjadinya hipertensi. Dan dalam percobaan yang dilakukan selama tiga tahun peningkatan berat badan justru terjadi pada pengguna plasebo dibandingkan dengan pengguna aktif terapi sulih hormon.


     

E. Kontraindikasi yang berlaku saat ini6

Pada tahun 1995 perkumpulan Menopause Eropa diambil gambaran tentang kontraindikasi terapi sulih hormone yang berlaku saat ini.

Kontraindikasi terapi sulih hormon :

  1. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
  2. Kerusakan hati berat/penyebab hati akut
  3. Deep trombosis vena akut
  4. Tromboemboli akut
  5. Sedang menderita kanker payudara
  6. Sedang menderita kanker endometrium
  7. Hyperlipidemia karena kelainan herediter
  8. Porfiri


 

F. Efek samping terapi sulih hormon 6

Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan terapi sulih hormon adalah ;

  • Mual muntah
  • Gangguan gastrointestinal
  • Retensi cairan tubuh
  • Breast tenderness
  • Nyeri kepala atau migrains
  • Penembahan berat badan
  • Penurunan berat badan
  • Penurunan libido (jenis HRT tertentu)
  • Gejala seperti premenstrual syndrome oleh karena progestinnya
  • Depresi
  • Perdarahan bercak


 

  1. Pilihan obat-obatan

    1. Estrogen oral

  • Estrogen equine konyugasi : 0,3 mg, 0,625 mg, 0,9 mg, 1,25 mg
  • Mikronized estradiol : 0,5 mg,1 mg, 2 mg
  • Estropipate : 0,625 mg, 1,25 mg
  • Estrifed estrogen : 0,3 mg, 0,625 mg, 1,25 mg

2. Estrogen transdermal

  • Estraderm
  • Climara
  • Vivelle
  • Fempacth

3. Progestin oral

  • Medoxyprogesteron asetat : 2.5 mg, 5 mg
  • Micronized progesterone : 100 mg
  • Norethindrone : 0,35 mg
  • Megestrol asetat : 20 mg

4. Progestin Vaginal

  • Progesteron 4% gel

5. Kombinasi estrogen dan progesterin oral pada pemakaian kontinu

  • Estrogen ekuino konyugasi 0,625 mg/hr + Medoxyprogesteron asetat 2,5 mg/hr
  • Estrogen ekuino konyugasi 0,625 mg/hr + Medoxyprogesteron asetat 5 mg/hr

6. Kombinasi estrogen dan progesterin oral pada pemakaian siklik

  • Estrogen ekuino konyugasi 0,625mg/hr + Medoxyprogesteron asetat 5 mg x 14 hr

7. Kombinasi estrogen dan progesterin transdermal

  • Estradiol 0,05 mg/hr+norethindone asetat 0,14 mg/hr

8. Kombinasi estrogen dan androgen

  • Estrogen estinified 0,625 mg + Methyl testosterone 1,25 mg
  • Estrogen estinified 1,25 mg + Methyl testosterone 2,5 mg


 

  1. TERAPI SULIH HORMON PASKA PEMBEDAHAN

Tindakan pembedahan pada karsinoma ovarium akan mengakibatkan prematur menopause pada penderita yang belum mengalami menopause. Hal ini disebabkan oleh penurunan tiba-tiba hormon seks yang akan menghasilkan kelainan menopause berat, sehingga akan menurunkan kualitas hidup dasar dari penderita setelah dilakukan terapi.

Akan tetapi pemberian terapi sulih hormon pada penderita karsinoma ovarium masih menjadi kontroversi karena ditakutkan pemberian estrogen eksogenus akan meningkatkan peluang terjadinya relaps dari massa tumor.1,3,

Guidozzi dkk pada tahun 1999 melakukan penelitian uji klinik acak pemberian terapi sulih hormone pada penderita karsinoma ovarium epithelial. Dari 130 wanita yang diteliti 84 orang berada pada stadium III, 16 orang stadium I, 13 orang stadium II, dan 12 orang pada stadium IV. Setelah diacak secara random 59 orng menerima 0,625 mg estrogen oral per hari dan 66 orang plasebo. Terapi pmbedahan yang telah dilakukan pada seluruh penderita meliputi debulking, histerektomi totalis perabdominam, salpingoooforektomi bilateral, dan omentektomi. Penderita juga telah diberikan kemoterapi cisplatin dan cyclophosphamid sebanyak enam siklus dan kemudian dua siklus cicplatin tunggal. Chlorambucil juga diberikan selama satu tahun setelahnya.5

Evaluasi dilakukan minimal selama 48 bulan, setiap 3 – 6 bulan dengan ultrasonografi dan CT Scan setiap 6 bulan, atau jika secara klinis menunjukkan gejala rekuren. Ca 125 dilakukan setiap bulan selama tahun pertama dan selanjutnya setiap tiga bulan.

Angka kejadian rekurensi penyakit tidak menunjukan perbedaan yang bermakna pada kedua grup, dimana angka rekurensi pada penderita yang menerima estrogen sebanyak 32 orang (54%) dibandingkan 41 orang (62%) pada penderita yang mendapatkan plasebo. Median interval bebas penyakit pada penderita yang menerima estrogen adalah 34 bulan dibandingkan dengan plasebo 27 bulan, sementara median lama ketahanan hidup pada grup terapi sulih hormon adalah 44 bulan dibandingkan dengan yang menerima plasebo yaitu 34 bulan. Sementara data pada penderita dengan stadium III median bebas penyakit pada grup terapi sulih hormon adalah 25 bulan dengan angka ketahanan hidup 32 bulan dibandingkan dengan grup plasebo 23 bulan dan 29 bulan dan tidak ada perbedaan bermakna pada kedua grup. Sehingga peneliti menyimpulkan pemberian terapi sulih hormon tidak memberikan penurunan interval bebas penyakit dan angka ketahanan hidup pada wanita yang menderita karsinoma ovarium, sebagai tambahan peneliti juga memberikan catatan pemberian terapi sulih hormon dapat meningkatkan kualitas hidup penderita yang mengalami pematur menopause setelah dilakukan ooforektomi. 5

Sementara itu Ursic melakukan penelitian pada pasien-pasien dengan invasif kistadernoma ovarii serosa yang dilakukan terapi sulih hormon. Kelompok penelitian dilakukan pada penderita karsinoma ovarium yang berusia 26 sampai 52 tahun yang telah dilakukan terapi pembedahan, 24 orang diterapi dengan terapi sulih hormon dengan kelompok kontrol sebanyak 54 orang, pada kelompok kasus diberikan 2 mg estradiol dan 1 mg estriol perharinya. Pada penelitian ini didapatkan tidak ada perbedaan bermakna pada interval bebas penyakit dan ketahanan hidup pada kedua kelompok, sehingga peneliti menyimpulkan dan menyarankan bahwa pemberian terapi sulih hormon tidak mempunyai efek terhadap angka ketahanan hidup jangka panjang.7

Eeles dkk pada penelitiannya melaporkan pada kelompok dengan 78 orang wanita dengan karsinoma ovarium yang mendapatkan estrogen sebagai terapi sulih hormon setelah dilakukan histerektomi dan salpingoooforektomi bilateral dan membandingkannya dengan 295 wanita yang tidak mendapatkan terapi sulih hormon. Pada penelitian ini didapatkan bahwa estrogen tersebut tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap interval bebas penyakit dan angka ketahanan hidup.1

Pada penelitian lainnya 31 penderita dengan karsinoma ovarium epitelial yang mendapatkan terapi sulih hormon dengan estrogen tidak terkonyugasi dan diikuti selama rata-rata waktu 55 bulan. Progesivitas penyakit hanya didapatkan pada 6 orang pasien. Peneliti berkesimpulan bahwa pemberian terapi sulih hormon tidak menunjukan adanya efek yang bermakna dalam progesifitas karsinoma ovarium. Walaupun jumlah sampel tidak banyak, angka ketahanan hidup penderita dengan karsinoma ovarium tipe endometroid dan clear cell meningkat pada pemberian terapi sulih hormon1

Dalam penelitiannta Ramon dan Slotman menyimpulkan bahwa estrogen reseptor didapatkan pada 60 % karsinoma ovarium, reseptor progesteron sekitar 50 % dan androgen reseptor sekitar 70 %. Lebih lanjut adanya reseptor progesteron pada karsinoma ovarium dengan differensiasi yang baik berhubungan dengan peningkatan angka ketahanan hidup. Secara umum terapi estrogen dosis tinggi dan progesteron serta antiestrogen telah digunakan sebagai terapi karsinoma ovarium metastatik. Dan disarankan penggunaan terapi sulih hormon pada penderita dengan diferensiasi baik.1


 

  1. TERAPI HORMON PADA KARSINOMA OVARIUM

Terapi sulih hormon sebagai penatalaksaaan pada karsinoma ovarium, dilakukan hanya jika kegagalan pada kemoterapi baris pertama dan kedua atau pada kasus-kasus rekurensi penyakit. Pada beberapa penelitian yang menggunakan terapi progestin pada pasien-pasien yang menderita karsinoma ovarium lanjut, didapatkan respon objektif pada 15 % penderita dengan tambahan 10 % pasien menunjukan stabilitas penyakit. Progestin juga dikombinasikan dengan estrogen, antiestrogen dan kemoterapi.11,12


Freedman dkk meneliti efek pengobatan kombinasi dengan menggunakan medoxyprogesteron asetat dan etinilestradiol pada 65 penderita karsinoma ovarium lanjut, pada penelitian ini dilaporkan 14% penderita memberikan respon dan 20% penderita mendapatkan stabilitas penyakitnya. 4


Antiestrogen sintetik, tamoxifen juga telah digunakan sebagai terapi tunggal pada pengobatan karsinoma ovarium dengan respon yang bervariasi.

Mekanisme pasti dari terapi hormon pada karsinoma ovarium masih belum dapat dijelaskan. Induksi dari c-myc onkoprotein telah menunjukan respon mitogenik pada perangsanagn pertumbuhan, tergantung pada kadar estrogen reseptor, regulasi dari c-myc proteinoleh estrogen telah menunjukanpenguranagn pertumbuhan sel kanker. Ini telah ditunjukan dengan interaksi estrogen dengan faktor pertumbuhan pada ovarium normal dan sel kanker ovarium. Pada batas sel kanker ovarium, PE01, suatu estrogen penyelia pertumbuhan, merangsang efek yang telah disediakan oleh antibodi target reseptor dari estrogen growth factor . Sebagai tambahan estrogen merangsang peningkatan yang bermakna dari konsentrasi protein transformasi growth factor
œ (TGF-œ) pada media dan mengatur ekspersi dari estrogen growth factor (EGF) pada sel tersebut. Hasil dari proses tersebut akan menjadikan estrogen berinteraksi melalui peningkatan produksi TGF-œ dan pengaturan dari reseptor EGF. Produksi estrogen akan terkonsentrasi dan akan menimbulkan potensiasi dengan respon pertumbuhan dari Insulin like growth factor (IGF-I) dan EGF dibawah kondisi normal dimana respon pertumbuhan terhadap EGF dan IGF-I tidak maksimal. Estrogen telah digunakan untuk mendesak peningkatan dari EGF dan IGF-I melalui peningkatan kemampuan jumlah ikatan pada reseptor EGF dan IGF-I. Pada penelitian lainnya, estrogen menyebabkan penurunan dari Insulin like growth factor
binding protein-(IGFBP-3) mRNA, dan peningkatan level dari IGFBP-5 mRNA, dan telah diketahui bahwa ekspresi IGFBP dapat mengatur respon estrogen pada karsinoma ovarium oleh estradiol.11,

Tidak ada bukti bahwa pengobatan terapi hormon tunggal merupakan terapi primer untuk karsinoma ovarium lanjut. Penggunaan hormon progesteron pada penelitian yang dilakukan rendina dkk mendapatkan dari 30 pasien yang diobati 17 orang (57%) mendapat respon yang objektif dan 3 (10 %) diantaranya mendapat respon komplit. Semua pasien mempunyai reseptor estrogen dengan diferensiasi baik.4,9

Tamoxifen telah dihubungkan dengan respon yang baik pada 15-20 % karsinoma ovarium dengan diferensiasi baik. Sementara agonis gonadotropin Lupron telah menunjukan respon 10 %.13

Dari beberapa penelitian sel biologi kanker dapat dipengaruhi dari jejak biokimia yang dilakukan oleh interaksi dari estrogen dan progesteron dengan reseptor spesifik mereka.

Telah banyak peneliti yang menyimpulkan keberadaan reseptor hormon steroid dapat memprediksikan respon klinik terhadap terapi hormon pada kanker payudara dan endometrium. Sejauh ini pada karsinoma ovarium, beberapa penelitian telah melaporkan aktivitas antiproliferasi pada antiestrogen tamoxifen terhadap kanker ovarium primer. akan tetapi penelitian-penelitian yang menggunakan terapi hormon masih mempunyai variasi yang luas, sehingga belum dapat disimpulkan adanya hubungan antara status estrogen reseptor dan progesteron reseptor dengan luaran klinis. Demikian juga adanya hubungan antara keberadaan reseptor hormon steroid dan responnya terhadap terapi hormonal juga telah banyak ditemukan.

Sehingga dicapai suatu kesepakatan bahwa terapi hormon hanya dapat diberikan pada penatalaksanaan karsinoma ovarium lanjut dan hanya diberikan jika penderita mengalami kegagalan dalam kemoterapi konvensional5


 


V. KESIMPULAN

Tidak ada kontraindikasi penggunaan terapi sulih hormon pada penderita karsinoma ovarium, terapi sulih hormon dapat diberikan pada penderita karsinoma ovarium terutama jika ada indikasi positif

Pada wanita-wanita yang akan melakukan terapi sulih hormon perlu dilakukan konseling tidak hanya risiko, tetapi juga keuntungan dari penggunaan terapi sulih hormon

Terapi hormon hanya dapat diberikan pada penatalaksanaan karsinoma ovarium lanjut dan hanya diberikan jika penderita mengalami kegagalan dalam kemoterapi konvensional

VI. RUJUKAN

  1. Arunkalaivanan AS,Reynolds K. Hormone replacement therapy and ovarian cancer..Gynaecology forum :April 2001;6:6-9
  2. Saleh AG. Karsinoma ovarium dalam :Kanker ginekologi kalsifikasi dan petunjuk penatalaksanaan praktis. Palembang. Departemen obstetri dan ginekologi FK UNSRI.2004;34-39
  3. Ling OP,Ratnam SS. Hormone replacement therapy in special cases.First consensus meeting on menopause in east asian region:2001;1-11
  4. Berek JS.Epithelial ovarian cancer in : Berek JS,HackerNF. Practical Gynecologic Oncology 3rd ed.Philadelphia. William & Wilkins,2000 ; 495-502
  5. Guidozzi F, Daponte A. Estrogen replacement therapy for ovarian carcinoma survivors. Cancer: 1999; 86:1013-8
  6. Kaunitz AM.Hormonal replacement therapy : A clinical's guide to use in menopausal women. Endrocinology and metabolism clinics of north america,:Januari 1999; 79:15-19
  7. Vrasj U,Marjetka,Sonja B. Hormon replacement therapy after invasive ovarian serous cyctadenocarcinoma treatment : the effect on survival. Menopause journal:. Januari 2001;8;70-75
  8. Scambia G,Ferrandinna G, Mancuso S.Oestrogen and progesterone receptor in ovarian carcinoma.Endocrin-related cancer.1998;5:293-301
  9. Berek JS. l ovarian cancer in : Berek JS, . Novak's Gynecologic 13rd ed.Philadelphia: William & Wilkins,2002 ; 1245-1250
  10. Sperof L,Glass H,Kase N.Clinical gynecologi,endrocinology & infertility. 6th ed. Philadelphia: William & Wilkins,2000 ; 1099-1100
  11. Ausperg N,Alice ST,Choi KC,Kang SK.Ovarian surface epithelium : biology, endocrinology, and pathology. Endocrin reviews:2001;22:255-288
  12. Markman M,Webster K, Zanotti K,Rohl J. Use of tamoxifen in asymptomatic patients with recurrent small-volume ovarian cancer: Gynecologic oncology, 2004;93:390-393
  13. Baber RJ,Justine O, Boyle F. Hormone replacement therapy:to use or not to use?:Medical journal of Australia:2003;178:630-633

0 komentar: